Panduan Akreditasi untuk Asesor Pendidikan Kesetaraan Tahun 2024 - 2025. Paduan ini merupakan penjabaran atas Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 246/O/2024 tentang Instrumen Akreditasi Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah.
Mari pahami apa yang
dimaksud dengan satuan pendidikan non formal yang menyelenggarakan program
pendidikan kesetaraan. Pemahaman ini penting untuk dimiliki asesor agar saat
melakukan akreditasi, tidak menggunakan lensa penilaian yang digunakan untuk
satuan pendidikan formal pada umumnya. Karakteristik penyelenggaraan layanannya
berbeda, sehingga cara penyelenggara berkinerja juga akan dapat berbeda. Pemahaman
yang kurang baik tentang karakteristik penyelenggaraan satuan pendidikan non
formal yang menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan, akan berpotensi
pada ketidaktepatan dalam menggali data, dan menentukan keterpenuhan indikator
kinerja.
Program pendidikan
kesetaraan dirancang untuk memberikan kesempatan belajar kepada masyarakat yang
tidak dapat mengakses atau menyelesaikan pendidikan formal pada tingkat
tertentu (Dikdasmen). Sekarang berkembang
menjadi pilihan melalui
satuan pendidikan non
formal. Terdapat 3
(tiga) jenis satuan pendidikan
non formal yang
dapat memayungi program
pendidikan kesetaraan di antaranya: 1)
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), 2) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)/ Satuan Pendidikan Nonformal Sejenis (SPNF
Sejenis), 3) Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS). Mari
kita pelajari lebih lanjut bentuknya!
1. Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM)
PKBM merupakan satuan
pendidikan nonformal yang menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar sesuai
dengan kebutuhan belajar masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh, dan untuk
masyarakat (Ditjen PAUD dan Dikmas, 2019).
PKBM lahir melalui tiga fase
penting yang diawali dengan ide awal, tindak lanjut, dan akhirnya menjadi
program resmi Kemdikbud. Fase pertama dimulai dengan Kesepakatan Bali tahun
1998, di mana Kabid Dikmas se-Indonesia dan Direktur Dikmas merespons krisis
ekonomi dengan memanfaatkan aset pendidikan yang tidak terpakai, seperti modul
dan bangunan satuan pendidikan kosong, untuk mendukung pendidikan masyarakat.
Fase kedua adalah tindak lanjut dari kesepakatan tersebut, di mana Dit. Dikmas
membentuk tim untuk mengkaji pola pendidikan luar satuan pendidikan yang lebih
efektif dan memberdayakan. Hasil kajian ini melahirkan konsep PKBM, wadah yang
memungkinkan masyarakat terlibat aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pendanaan program belajar sesuai kebutuhan mereka, dengan semangat "dari,
oleh, dan untuk masyarakat."
Pada fase ketiga,
pertengahan 1998, PKBM resmi menjadi program Kemdikbud. Setiap provinsi
diinstruksikan untuk merintis PKBM di wilayahnya, memanfaatkan bangunan satuan
pendidikan kosong atau bangunan lain yang tidak terpakai, dengan izin
penggunaan minimal lima tahun. PKBM diberi kebebasan untuk menggabungkan
berbagai kegiatan belajar di satu lokasi, menjadikannya lebih fleksibel dan
responsif terhadap kebutuhan lokal.
Oleh karena didirikan oleh
dan untuk masyarakat, dengan tujuan memenuhi kebutuhan belajar yang beragam,
program pembelajaran di PKBM mengikuti kebutuhan masyarakat seperti pendidikan
kesetaraan dan keterampilan hidup, serta terbuka untuk semua orang yang
memerlukannya. Salah satu keunggulan PKBM adalah fleksibilitas waktu dan tempat
pembelajaran, yang memungkinkan peserta menyesuaikan proses belajar dengan
kondisi mereka. PKBM dapat diselenggarakan oleh perseorangan atau lembaga
berbadan hukum yang bergerak di bidang pendidikan nonformal. Meski umumnya
dikelola oleh masyarakat, khusus di DKI Jakarta, terdapat PKBM Negeri yang
dikelola oleh pemerintah.
2.
Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)/ Satuan Pendidikan Non Formal Sejenis (SPNF
Sejenis)
SKB merupakan unit pelaksana
teknis dinas yang menangani urusan pendidikan pada kabupaten/kota yang
berbentuk satuan pendidikan nonformal sejenis (sebagaimana diatur dalam
Permendikbud No. 4/2016 tentang Alih Fungsi Sanggar Kegiatan Belajar menjadi
SPNF Sejenis, pasal 1, butir 1). SKB lahir pada tahun 1960-an dengan tujuan
memberikan pendidikan nonformal kepada anak-anak di pedesaan atau perkotaan
terpencil yang tidak memiliki akses ke pendidikan formal. Pada awalnya, SKB berfokus
pada pengajaran keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung.
Namun sekarang juga memiliki kegiatan lain seperti kerajinan tangan dan
keterampilan praktis lainnya.
Sementara Satuan PNF Sejenis
adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan non
formal (pasal 1, butir 2). Program PNF yang diselenggarakan oleh Satuan
PNF Sejenis mencakup berbagai layanan
pendidikan yang bertujuan memberdayakan masyarakat, seperti pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak
usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan
dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik (pasal 1, butir 3). Meskipun
SKB mengalami alih fungsi, nomenklatur SKB tetap
digunakan untuk menyebut Satuan PNF Sejenis
yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota (pasal 2, ayat 2, butir a).
3. Pendidikan Kesetaraan
Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS)
PKPPS adalah program
pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui Kementerian
Agama, mencakup tiga
tingkatan: Ula (setara
SD/MI), Wustha (setara
SMP/MTs), dan Ulya
(setara SMA/MA). Program ini merupakan
implementasi dari amanat UU No. 20/2003 Pasal 26 ayat 3, yang menyatakan bahwa
pendidikan kesetaraan adalah
salah satu bentuk
pendidikan nonformal yang
memungkinkan anak bangsa yang tidak ingin menempuh pendidikan formal untuk
tetap mendapatkan bukti penyelesaian
jenjang pendidikan. Nomenklatur
PKPPS diadopsi oleh
Kementerian Agama untuk mengakomodasi para santri di Pondok Pesantren
Salafiyah, dan didukung oleh Keputusan Dirjen Pendidikan Islam No. 3543/2018
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Kesetaraan. Program ini merupakan metamorfosis dari pola paket A, B, dan
C yang sebelumnya diatur dalam PP No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kesepakatan bersama antara
Menteri Pendidikan Nasional
dan Menteri Agama pada tahun 2000
juga menetapkan Pondok Pesantren
Salafiyah sebagai bagian dari Pola Wajib Belajar 9 Tahun.
Bagaimana karakteristik
penyelenggaraan layanannya? Terdapat sejumlah karakteristik utama, yang juga
menjadi konsep inti dari program pendidikan kesetaraan yang meliputi:
1.
Kemandirian peserta didik dalam belajar: Salah satu pilar utama dari Program
Pendidikan Kesetaraan adalah kemandirian dalam proses belajar. Peserta didik
didorong untuk menjadi pembelajar yang mandiri, dengan mengatur sendiri laju
dan metode belajar yang paling sesuai dengan kebutuhan dan situasi mereka.
Pendekatan ini dikenal sebagai self-regulated learning, di mana peserta didik bertanggung
jawab atas kemajuan belajarnya sendiri, mengembangkan disiplin diri, dan
kemampuan untuk mengatur waktu serta sumber daya secara efektif. Selain itu,
peserta didik juga dilatih untuk menentukan sumber belajar yang paling relevan
dengan kebutuhan mereka. Kemampuan untuk memilih dan menggunakan sumber belajar
yang tepat adalah keterampilan penting dalam kemandirian belajar, karena
memungkinkan peserta didik untuk lebih proaktif dalam menemukan informasi dan
pengetahuan yang mereka butuhkan. Kemandirian ini penting untuk membangun rasa
percaya diri dan inisiatif pada peserta didik, yang akan sangat berguna dalam
kehidupan mereka di masa depan.
2.
Fleksibilitas: Program ini menawarkan fleksibilitas dalam hal waktu dan tempat
belajar, yang merupakan elemen kunci dalam mendukung proses belajar mandiri.
Fleksibilitas ini memungkinkan peserta didik untuk menyesuaikan jadwal belajar
dengan kehidupan sehari-hari mereka, baik itu karena pekerjaan, tanggung jawab
keluarga, atau kondisi lainnya. Selain itu, fleksibilitas lokasi memungkinkan
peserta didik untuk belajar di tempat yang paling nyaman dan kondusif bagi
mereka, baik itu di rumah, tempat kerja, atau pusat belajar komunitas. Hal ini
memberikan kebebasan lebih kepada peserta didik untuk menyeimbangkan pendidikan
dengan kewajiban dan tanggung jawab lainnya.
Cerminan
fleksibilitas dari program pendidikan kesetaraan adalah ragam model
penyelenggaraannya, sebagai berikut:
a. Reguler:
Penyelenggaraan
reguler mirip dengan sistem satuan pendidikan formal, di mana kegiatan belajar
mengajar berlangsung setiap hari. Model ini cocok untuk peserta didik yang mampu mengikuti jadwal belajar yang
lebih terstruktur dan konsisten.
b. Tutorial:
Dalam
model tutorial, kegiatan belajar mengajar tidak berlangsung setiap hari, tetapi
dijadwalkan beberapa kali dalam seminggu, seperti dua kali dalam seminggu.
Model ini memberikan fleksibilitas lebih bagi peserta didik yang memiliki
keterbatasan waktu atau tanggung jawab lain di luar pendidikan.
Program
Pendidikan Kesetaraan juga menerapkan konsep Satuan Kredit Kompetensi (SKK)
yang memberikan fleksibilitas
dalam penyelenggaraan pembelajaran.
Satu SKK dapat diartikan sebagai:: 1 jam tatap muka, 2
jam tutorial, atau 3 jam belajar mandiri.
Penting
untuk dicatat bahwa proses belajar tidak boleh sepenuhnya berbasis pembelajaran
mandiri; kombinasi tatap muka dan tutorial tetap diperlukan untuk memastikan
interaksi dan bimbingan yang memadai.
3.
Akses pendidikan untuk semua: Salah satu
tujuan utama dari Program Pendidikan Kesetaraan adalah memberikan akses
pendidikan yang inklusif kepada semua individu, tanpa memandang latar belakang atau
kondisi mereka. Program ini terbuka bagi mereka yang mungkin telah melewatkan
kesempatan pendidikan formal di masa lalu, atau yang menghadapi keterbatasan
fisik, ekonomi, atau sosial. Dengan menyediakan pendidikan yang dapat diakses
oleh semua orang, program ini berusaha untuk menghapus kesenjangan pendidikan
dan memberikan kesempatan yang adil bagi setiap individu untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan mereka, serta untuk mencapai potensi penuh mereka.
4.
Kurikulum yang Disesuaikan: Kurikulum dalam Program Pendidikan Kesetaraan
dikembangkan secara kontekstual, sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan
masyarakat di sekitarnya. Kurikulum ini tidak bersifat kaku, melainkan
fleksibel dan dapat disesuaikan berdasarkan latar belakang, minat, dan tujuan
peserta didik. Pendekatan ini memastikan bahwa materi pembelajaran yang
disampaikan relevan dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik. Kurikulum yang disesuaikan juga memungkinkan program ini untuk tetap
responsif terhadap perubahan dan tuntutan zaman, serta kebutuhan spesifik dari
komunitas di mana program ini dijalankan.
5.
Kolaborasi dengan Komunitas: Kolaborasi dengan komunitas lokal, lembaga, dan
organisasi lainnya merupakan komponen penting dalam Program Pendidikan Kesetaraan.
Kerjasama ini tidak hanya membantu dalam pelaksanaan program, tetapi juga
memastikan bahwa program ini relevan dan bermanfaat bagi komunitas setempat.
Melalui kolaborasi ini, peserta didik mendapatkan dukungan yang lebih luas,
baik dari segi sumber daya, mentor, maupun kesempatan belajar di luar kelas.
Komunitas juga berperan dalam membantu menciptakan lingkungan belajar yang
mendukung, di mana peserta didik dapat merasa diterima dan didukung dalam
perjalanan pendidikan mereka.
Bagaimana Akreditasi
mengukur keberhasilan pendidikan kesetaraan? Untuk mengetahuin silahkan
download dan baca Panduan Akreditasi
untuk Asesor Pendidikan Kesetaraan Tahun 2024 - 2025
Link download Panduan Akreditasi untuk Asesor Pendidikan Kesetaraan Tahun 2024 – 2025
Untuk Panduan Akreditasi Pendidikan Kesetaraan untuk Asesi atau Sekolah
(silahkan download disini)
Demikian informasi tentang Panduan Akreditasi untuk Asesor Pendidikan
Kesetaraan Tahun 2024 - 2025. Semoga ada manfaatnya
Panduan
Akreditasi Pendidikan Kesetaraan untuk Asesor Tahun 2024 - 2025
Panduan
Akreditasi Pendidikan Kesetaraan untuk Asesor Tahun 2024 - 2025.
Paduan ini merupakan penjabaran atas Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi Nomor 246/O/2024 tentang Instrumen Akreditasi Pendidikan
Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah.
Panduan ini disusun sebagai
rujukan asesor dalam menjalankan amanahnya melakukan akreditasi, dan bertujuan
agar asesor memahami; 1) prinsip yang mendasari instrumen akreditasi 2024; 2) kualitas layanan
pendidikan yang diukur di dalam
instrumen akreditasi untuk satuan pendidikan yang menyelenggarakan program
pendidikan kesetaraan; 3) peran asesor dalam pelaksanaan akreditasi; 4) cara
menggali data dalam pelaksanaan akreditasi
Perlu dipahami bersama bahwa
panduan ini tidak dapat dimaknai sebagai satu-satunya sumber belajar bagi
asesor. Sumber belajar utama bagi asesor adalah pelatihan asesor yang
dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Nasional serta pengalaman yang diperoleh
saat berinteraksi dengan satuan pendidikan dalam pelaksanaan akreditasi yang
semakin memperkaya wawasan dan ketepatan dalam menentukan keterpenuhan kinerja.
Panduan Akreditasi untuk Asesor merupakan bagian dari sumber belajar yang
digunakan di dalam pelatihan asesor.
Manusia pada umumnya secara
alami adalah pelajar. Kita bisa amati bagaimana perilaku manusia sejak usia
anak adalah serba ingin tahu, meniru, mencoba, dan berbagai perilaku lain yang
menunjukkan sebuah proses belajar. Kita bisa mempelajari bahwa dengan akalnya,
manusia primitif yang belum mengenal pendidikan dan satuan pendidikan pun mampu
membuat temuan-temuan penting yang berguna bagi kehidupan. Proses belajar
mereka bersifat informal (informal learning) bahkan seringkali insidental
(incidental learning). Pendidikan itu sendiri merupakan hasil buah pikiran
manusia agar proses belajar bisa lebih efektif dengan membuatnya menjadi upaya
sadar, terencana, dan sistematis. Dan layanan pendidikan merupakan salah satu
cara agar proses pendidikan lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dan negara yang semakin masif akan warga negara yang terdidik dan terampil.
Melalui layanan pendidikan di satuan pendidikan, peserta didik diharapkan
memiliki kesempatan luas untuk belajar menumbuhkembangkan potensinya, agar
kelak mampu menavigasi kehidupannya dengan sebaik-baiknya.
Penyelenggaraan layanan
pendidikan melalui program pendidikan kesetaraan menawarkan alternatif proses
belajar dari proses belajar yang umumnya dialami pada satuan pendidikan pada
jalur formal. Fleksibilitas dalam proses belajar, menjadi salah satu ciri utama
dari penyelenggaraan layanan ini maka, misi utama dari penyelenggara program
pendidikan kesetaraan adalah sebagai penyedia layanan belajar yang fleksibel, merekognisi
dan memfasilitasi kebutuhan belajar peserta didik yang beragam. Sebagai
penyelenggara layanan pendidikan, satuan pendidikan yang menyelenggarakan
layanan, tetap perlu menghadirkan budaya baik yang dikembangkan di satuan
pendidikan (school culture) melalui lingkungan belajarnya. Peserta didik, mulai
dari usia anak hingga usia dewasa, perlu merasakan budaya ini, sehingga
kemudian memahami, dan menjalani perilaku baik yang harus tumbuh subur dalam
dirinya.
Akreditasi merupakan upaya
untuk memeriksa apakah satuan pendidikan yang menyelenggarakan program
pendidikan kesetaraan konsisten melaksanakan misi tersebut. Akreditasi memiliki
dua fungsi. Pertama, akreditasi adalah akuntabilitas publik. Sebagai layanan
publik, satuan pendidikan harus akuntabel kepada publik, dan karenanya
akreditasi bersifat wajib bagi setiap satuan pendidikan. Kedua, akreditasi
adalah alat untuk penjaminan mutu (quality assurance). Hasil akreditasi memberi
sinyal kepada satuan pendidikan (dan pemerintah) akan intervensi yang diperlukan
untuk perbaikan kualitas layanan. Dari dua fungsi ini, maka akreditasi dapat
dipandang sebagai: (1) alat untuk melindungi anak-anak agar mendapat
layanan belajar yang layak, dan (2)
pertolongan kepada satuan pendidikan untuk menjadi lebih baik.
Untuk mewujudkan gagasan
tersebut di atas, BAN PDM telah merancang instrumen akreditasi dan Panduan
Akreditas Pendidikan Kesetaraan untuk satuan pendidikan yang menyelenggarakan
program pendidikan kesetaraan. Karakteristik penyelenggaraan layanan yang
berbeda telah diakomodasi di dalam butir, indikator kinerja dan bukti yang
digunakan untuk mengukur kualitas layanan. Upaya ini tetap menjaga keselarasan lintas jenis dan
jenjang layanan pendidikan
melalui penggunaan empat komponen yang digunakan lintas
instrumen, yakni: (1) Kinerja pendidik dalam
pembelajaran, (2) Kepemimpinan penyelenggara pada program pendidikan
kesetaraan, (3) Iklim lingkungan
belajar, dan (4) hasil
pembelajaran/lulusan peserta
didik. Para asesor diharapkan dapat menemukenali bukti lapangan yang
menunjukkan kondisi tentang keempat komponen tersebut. Buku panduan ini disusun
untuk membantu asesor melaksanakan tugas tersebut, tanpa membelenggu ruang
gerak asesor dalam menghadapi keragaman konteks di lapangan.
Kiranya perlu kita ingat
bahwa akreditasi ibarat pemantik bagi satuan pendidikan untuk merefleksikan
bagaimana agar dapat menjalankan amanah menyediakan layanan pendidikan dengan
lebih baik. Ketidakjujuran dalam membagikan kinerjanya, akan menyesatkan satuan
pendidikan saat menjalani proses refleksi tersebut. Hutang satuan pendidikan
kepada peserta didiknya atas layanan pendidikan berkualitas akan semakin besar.
Oleh karena itu, sangat
penting bagi satuan pendidikan untuk jujur tentang kondisinya. Sangat penting
pula bagi asesor untuk jujur “memotretˮ kondisi layanan di satuan pendidikan
apa adanya. Akreditasi bukan pemberian image branding, melainkan
penghela satuan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik.
Berikut ini salinan lengkap Panduan Akreditasi Pendidikan Kesetaraan
untuk Asesor Tahun 2024 - 2025.
Link download Panduan Akreditasi Pendidikan Kesetaraan
untuk Asesor Tahun 2024 - 2025.
Untuk Panduan Akreditasi Pendidikan Kesetaraan untuk Asesi atau Sekolah
(silahkan download disini)
Demikian informasi tentang Panduan Akreditasi Pendidikan Kesetaraan
untuk Asesor Tahun 2024 - 2025.. Semoga ada manfaatnya