SUMBANGAN, BANTUAN, DAN PUNGUTAN |
Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah
mengatur batas-batas penggalangan dana yang boleh dilakukan Komite Sekolah.
Penggalangan dana tersebut ditujukan untuk mendukung peningkatan mutu layanan pendidikan
di sekolah dengan azas gotong royong. Dalam Permendikbud tersebut, Komite
Sekolah diperbolehkan melakukan penggalangan dana berupa Sumbangan Pendidikan, Bantuan Pendidikan, dan bukan Pungutan.
Di Permendikbud Nomor 75
Tahun 2016 pasal 10 ayat (1) dijelaskan bahwa Komite Sekolah melakukan
penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan
fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
pengawasan pendidikan. Kemudian pada pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa
penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berbentuk bantuan dan/atau
sumbangan, bukan pungutan.
Yang dimaksud dengan Bantuan Pendidikan adalah pemberian berupa
uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta
didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak. Sumbangan Pendidikan adalah pemberian
berupa uang/barang/jasa/ oleh peserta didik, orang tua/walinya, baik
perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga sevara sukarela, dan
tidak mengikat satuan pendidikan. Kemudian Pungutan Pendidikan adalah penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta
didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka
waktu pemungutannya ditentukan.
Sekretaris Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Sesditjen Dikdasmen) Thamrin Kasman
mengatakan, penggalangan dana berupa
sumbangan, bantuan, maupun pungutan memungkinkan terjadi di satuan pendidikan,
karena belum adanya analisis kebutuhan biaya yang benar-benar riil di satuan
pendidikan.
“Jadi ada biaya ideal dan
biaya faktual. Pilihannya adalah, layanan pendidikan di sekolah itu mau
menggunakan biaya ideal atau faktual? Kalau mau ideal, tapi secara faktual dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum cukup membantu, lalu ada yang mau
nyumbang untuk menutupi itu, ya silakan,” ujar Thamrin saat jumpa pers di
Kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (16/1/2017).
Thamrin menuturkan, ada dua
kategori sekolah, yaitu sekolah penerima BOS, dan sekolah yang tidak menerima
BOS. Sekolah penerima BOS tidak boleh sewenang-wenang menentukan pungutan,
karena ada 13 poin pembiayaan di sekolah yang bisa menggunakan dana BOS. Ia
menjelaskan, di poin ke-13 terbuka kesempatan bagi sekolah meminta pungutan, karena
poin ke-13 itu merupakan kebutuhan lain sekolah yang tidak bisa didanai BOS
karena sudah digunakan untuk membiayai 12 poin lain.
“Namun, aturan mengenai
Pungutan Pendidikan saat ini baru mengatur untuk SD dan SMP (pendidikan dasar).
Untuk SMA dan SMK peraturannya masih digodok,” kata Thamrin. Ketentuan mengenai
Pungutan Pendidikan yang dilakukan sekolah (bukan Komite Sekolah) di tingkat
pendidikan dasar diatur dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan
dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar.
Dalam kesempatan yang sama,
Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi, Chatarina Muliana Girsang menegaskan,
Permendikbud tentang Komite Sekolah maupun Permendikbud tentang Pungutan dan
Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar tidak untuk membebani
orang tua/wali yang tidak mampu.
“Sumbangan memang bisa diminta dari orang tua siswa, tetapi tidak
untuk seluruh orang tua, karena sifatnya suka rela. Ketika sumbangan itu
diberlakukan untuk seluruh orang tua, itu jatuhnya jadi pungutan. Dalam
menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua
siswa,” tegas Chatarina
Tags:
Guru